Label

Minggu, 15 April 2012

PELANGI KEMUNING


Pelangi-pelangi, alangkah indahmu
Merah, kuning, hijau di langit yang biru …

Tiba-tiba suara nyanyian wanita itu muncul lagi. Awalnya samar-samar, namun semakin lama semakin mengeras dan jelas di telinga lelaki itu.

Lelaki itu semakin gelisah. Bola matanya yang hitam menggelinding tak tentu arah. Ia menengok ke sisi kanan-kiri dari tempat ia berdiri. Lalu ia pun menerawang ke langit-langit ruangan di mana ia berada. Keringat dingin semakin deras bercucuran, jelas terlihat di mukanya yang sawo matang hingga membasahi kaos hijau pudar yang ia kenakan. 

Kini lelaki itu melangkah tak beraturan. Tangannya pun bergerak sama tak beraturannya. Jemarinya saling meremas, mengepal, gemetar dan kadang singgah menutupi kedua daun telinganya. Entah apa yang ia pikirkan. Mulutnya bergerak tanpa suara, seperti tengah merapalkan sesuatu yang hanya ia yang tahu. Akhirnya lelaki itu pun tak mampu menguasai degup jantungnya yang semakin kencang dan …

“AAAAAAAARGH ..!”

***

Pelukismu agung, siapa gerangan
Pelangi-pelangi … ciptaan Tuhan

Suaranya merdu. Itulah satu kalimat yang selalu kugumamkan ketika mendengarnya menyanyi. Mungkin aku bukan orang pertama yang menyadari keindahan suaranya. Entahlah, aku mengaguminya sejak pertama kudengar nyanyiannya. Juga sejak pertama melihat parasnya yang tak kalah indah dengan suaranya. Ning, namanya Kemuning.

Seperti pagi ini, ia berdiri di depan kelas yang pintunya tak pernah ditutup. Dengan pintu terbuka seperti itu membuatku dengan mudah memandanginya. Ia mengenakan setelan baju berwarna jingga ceria. Sudah dua hari ini rambutnya ia ikat rapi sebagian, sungguh tampak berbeda. Hari-hari sebelumnya rambut hitamnya selalu ia biarkan tergerai sebahu. Kadang ia sematkan jepitan untuk mempercantik tatanan rambutnya.

Pernah suatu hari aku tak sengaja berbincang dengannya di mobil. Ning memintaku mengantarnya ke Puskesmas. Seorang anak didiknya terserang demam tinggi saat pelajaran.

“Kenapa kamu sering banget ngajarin ‘Pelangi-pelangi’ sama anak-anak? Jangan-jangan Bunda Ning cuma hafal lagu itu, ya?” Ledekku dengan memanggilnya Bunda, seperti yang biasa diucapkan anak-anak.

“Aku suka lagu itu. Lagian itu kan lagu wajib TK Pelangi Harapan.” Jawabnya disusul tawa.

Kalau boleh memilih, aku ingin seperti Angel, anak ragil majikanku yang biasa kuantar dan kutunggui di TK. Aku ingin duduk di dalam kelas dan bercengkrama dengan Ning. Tapi apa daya? Aku hanya bisa menatapnya dari dalam mobil yang sengaja kuparkirkan tepat menghadap kelasnya. Ah, Ning ….

***

Mas, nanti malam aku mau dilamar sama orang pilihan ayahku.

Aku teringat pada sms yang kuterima sore tadi dari wanita yang kini berada di sampingku, berkebaya putih dan rambutnya disasak ayu.

“Kenapa Mas bawa lari aku seperti ini?” Tanyanya.

“Aku tak rela kamu dilamar. Aku cinta kamu, Ning!” Jawabku.

“Tapi bukan seperti ini caranya. Ayah pasti marah kalau sampai tahu,”

“Kenapa? Karena aku cuma seorang sopir?”

Ning menangis. Sementara mobil majikanku kubawa 100km/jam. Pikiranku kacau. Hingga tak kusadari sebuah truk berlari sama cepatnya dari arah yang berlawanan dan …

BRAAAK ..!

***
“Siapa itu yang berteriak?” Tanya seorang lelaki berseragam putih-putih.

“Pasien baru dari IGD, pak. Halusinasi dan Perilaku Kekerasan, sejak dua bulan yang lalu. Katanya gara-gara melarikan kekasihnya dan kecelakaan. Kekasihnya meninggal. Kasihan,” jawab lelaki yang berseragam sama.

“Awasi dia, kalau perlu suntikkan obat penenang!”

“Baik, pak.”

END

*500 kata+judul.
*Sedang diikutkan dalam Lomba FF Minggu ke-2 Pustaka Inspirasiku. http://pustakainspirasiku.blogspot.com/2012/04/lomba-ff-mingguan-pustaka-inspirasi-ku.html

1 komentar:

  1. hey fanny,,aq copy cerita yg judulnya "maaf" buat aq share d fb,,aq suka ceritanya,,makasi sebelumnya,,

    BalasHapus