Label

Minggu, 08 April 2012

REMBULAN


Ketika kau tak menghubungi seseorang di seberang sana,
apakah kau tahu di sana ia sendiri?
 kesepian?

Ketika kau cuma menghadiahkan ia sunyi,
apakah kau yakin ia selalu menjaga hatimu?
rindumu?

Sebuah inbox itulah yang pertama kubaca ketika kubuka akun facebook-ku, setelah sekian lama kudiamkan. Padahal kalau kuingat, dulu aku adalah facebooker sejati yang tak pernah bisa lepas dari jejaring sosial itu. Hmm, waktu dan kesibukkan kadang bisa membuat kita berubah, meskipun untuk hal-hal kecil seperti itu.

Kembali ke masalah inbox, itu pesan dari Rembulan? Kubaca ulang sekali lagi dan kutangkap waktu pengirimannya. Ia mengirimnya semalam, 6 April 2012. Sekitar dua dan tiga minggu yang lalu pun ia mengirikan pesan yang sama, dua bait puisi.

Ya, Tuhan … bodoh sekali diriku. Sudah berapa lama kah aku tak mendengar kabarnya? Lebih tepatnya, memberi kabar padanya? Tanyaku dalam hati. Mengapa baru sekarang aku menyadari bahwa diriku ini lelaki yang jahat?  Ah, maafkan aku, Rembulan.

Alasan yang klise memang; aku sibuk dengan pekerjaanku. Apalagi untuk say hallo lewat facebook atau twitter, menghubunginya lewat handphone pun aku tak pernah. Sungguh, aku ini memang lelaki jahat, tak berperasaan. Aku lupa kapan terakhir menelephonnya. Aku juga tak ingat kapan terakhir aku membalas pesan singkatnya.

***

“Selamat ya, Sayang.” Ucap Dion pada Rembulan, gadis berparas ayu di hadapannya.
“Hehe, makasih ya.” Jawab Rembulan sembari menutup layar facebook di laptopnya.

Sore itu sore terindah untuk Rembulan. Sengaja ia ingin membaginya pada Dion, kekasihnya. Ia menjadi juara satu lomba puisi yang diadakan sebuah grup penulisan yang baru sebulan ini ia ikuti. Sebuah awal yang baik. Ia senang menulis. Kali ini ia berniat menekuni dunia itu, di samping tetap menjalani tugasnya sebagai seorang perawat.

“Kalu gitu, buat novel atau buku kumpulan puisi aja, Say,” saran Dion.
“Hmm, nggak segampang itu, Dion. Butuh proses dan inspirasi yang kuat dan menarik.”
“Kenapa susah? Kan ada aku, bisa jadi inspirasi ….” Ucap Dion diiringi tawa.
Tanpa ia mintapun, Dion adalah inspirasi terindah bagi Rembulan, seumur hidupnya.

***

Aku ingin lekas sampai. Aku rindu padamu, Rembulan. Rindu pada senyummu, binar matamu dan pada candamu yang sering menepis dukaku. Aku rindu pada celoteh-celotehmu tentang angin, senja dan purnama yang sering kau tuang pada karya-karyamu. Aku ingin segera berjumpa. Tunggu aku … tunggu aku menjemput cintamu.

Deru kereta membawa tubuh dan harapan Dion pada gadis pujaan hatinya. Perjalanan di ujung senja, Surabaya-Cilacap.

***
6 April 2012

            “Rembulan, jangan mendekat, Bulan! Apinya semakin besar!” Teriak seorang lelaki sembari menahan tubuh putrinya.
            “Bulan harus ke dalam, Ayah! Bulan harus selamatkan laptop Bulan, Yah. Ada naskah novel perdana Bulan di sana!”
            “Bahaya, Bulan! Bahaya!” Teriak lelaki itu. Namun putrinya lepas dari genggamannya. Ia menerobos masuk, melewati puing-puing rumahnya yang masih bergulat dengan si jago merah. Dan malam itu juga, putrinya tak kunjung kembali.

END

*Sedang diikutkan dalam Lomba FF minggu ke-1 Pustaka Inspirasiku, link infonya bisa dilihat di:  http://pustakainspirasiku.blogspot.com/2012/04/lomba-ff-mingguan-pustaka-inspirasi-ku.html

6 komentar:

  1. Fanny bangeeeeets...

    Sukses selalu!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya, tapi tak sekedar fiksi!
      Itu cerminan dirimu sendiri

      Mudah-mudahan selalu bahagia
      Adekku tercinta

      *bighug

      Hapus
    2. hehehe ... terserah Kakak deh.

      Makasih doanya

      *bighug juga :D

      Hapus